“tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi
bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi”.
Yesaya 49:6B
Saya ragu. Pertama, bagaimana caranya saya dapat mengabarkan
keselamatan sampai ke ujung bumi jika krisis, ketimpangan, ketidakadilan,
korupsi, penganiayaan merajalela? Kedua, bagaimana campur tangan Allah dalam
pemulihan kondisi ini?
PA Yesaya menolong saya untuk melihat karakter Allah yang
tidak dapat dibatasi oleh kotak pemikiran manusia. Tuhan memanggil Yesaya
untuk menyatakan penghakiman bila umat tidak taat sekaligus menyatakan harapan
dan undangan keselamatan untuk kembali pada Tuhan. Tuhan kita luar biasa karena
sepanjang sejarah manusia, Dialah Allah yang merekonsiliasi hidup umatNya.
Yesaya menunjukkan keteladanan generasi EPIC
(Engaging-Passionate-Incarnational-Christlike).
Yesaya mengalami perjumpaan dengan Allah dan merasakan relasi yang unik
bersama Tuhan. Yesaya mencari hasrat hati Allah dan menjadi penyampai pesan
Allah bagi umat. Dia berani menyampaikan pesan yang tidak menyenangkan,
menentang bobroknya sistem yang berlangsung saat itu, dan bergantung pada Tuhan saat
masa-masa sulit. God, count me in..
Small Group dan Yo
Nikata:
Setiap bangun pagi, saya selalu bertekad untuk sharing
dengan mahasiswa Kristen dari negara lain meskipun dengan bahasa inggris yang
pas-pasan. Saya berteman dengan seorang mahasiswa KGK Japan (IFES Jepang)
bernama Yo Nikata. Pelayanan kampus di Jepang adalah pelayanan yang cukup berat
karena sebagian besar mahasiswa tidak beragama. Sulit untuk melibatkan
mahasiswa dalam kegerakan pelayanan kampus sehingga tak jarang hanya satu orang
yang berjuang dalam sebuah kampus. Beberapa isu lainnya seperti perubahan konstituen yang berdampak pada
kebijakan untuk menyetujui perang di Jepang, pemulihan pasca Tsunami yang terus
berjalan, serta hubungan yang kurang baik dengan beberapa negara tetangga.
Dalam SG, saya seperti berada di jurang yang menganga.
Meskipun negara-negara ini bertentangga namun terlihat jelas lebarnya
ketimpangan. Disatukan dengan mahasiswa Malaysia, Singapura, Hongkong, dan
Jepang membuat saya makin merasakan betapa pentingnya pendidikan dan kualitas
manusia tanpa meninggalkan budaya yang mengakar. Isu-isu permasalahan di Asia Timur adalah isu
yang sensitif, seperti isu klaim budaya ataupun perebutan pulau. Inilah mengapa generasi
ini dibukakan untuk berdiri di tengah jurang, untuk merekonsiliasi kondisi ini
dengan berjuang untuk mengampuni dan mengasihi.
Dibalik itu semua, saya bersyukur bisa sharing dengan mahasiswa-mahasiswa yang berjuang dalam study dan dalam pergumulannya, terutama memuliakan Tuhan dalam seluruh aspek hidupnya.