tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi politik :)
Adanya Jokowi effect dalam beberapa tahun
terakhir ini membuat optimisme sebuah perubahan perkotaan yang lebih
“memanusiakan” masyarakatnya. Pemberitaan koran marak menyoroti bagaimana
Jokowi dan Ahok menjabarkan visi pelayanan masyarakat dalam program-program/
kebijakan publik yang berusaha mengatasi apa yang benar-benar menjadi
permasalahan pokok masyarakat perkotaan. Satu persatu persoalan perkotaan
(banjir, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan, terbatasnya ruang
publik) dicermati dan dicari jalan keluarnya. Virus perubahan kota mulai
menyebar dimulai dengan membentuk pemimpinnya.
Selama
sepekan ini, Singapura mengadakan Young Leaders Forum dalam World Cities Summit
2014 yang merupakan sebuah ajang menggaet pemimpin muda dunia untuk bertukar
ide tentang cara menata kota agar menjadi nyaman dan aman bagi penghuninya.
Duta yang terpilih adalah mereka yang berkiprah di berbagai bidang seperti
industri, arsitek, penata kota, desainer, ekonom, peneliti dan juga para wali
kota. Mereka telah terbukti dengan caranya sendiri telah membantu membawa
perubahan positif pada kota/negara tempat tinggal mereka dan tepat jika turut
ditularkan kepada dunia.
Pemimpin
muda ini dapat menangkap dengan tepat potensi/ kemampuan daerah masing-masing
dengan beradaptasi di era pesatnya perkembangan kota-kota di dunia dan
menggabungkan antara kemajuan teknologi dan potensi lokal. Ketika ada
kolaborasi antara warga, pemerintah, dan bantuan dari dunia luar ini merupakan
kunci penting keberhasilan membangun kota.
Apabila
dilihat APBD memang tidak mencukupi untuk adanya pembenahan kota yang baik.
Dicontohkan APBD kota Bandung hanya tersedia Rp 12 triliun, sedangkan kebutuhan
pembenahan kota adalah sebesar Rp 20 triliun. Butuh banyak cara mengatasi
keterbatasan itu. Salah satunya dengan
memanfaatkan tanggung jawab sosial perusahaan swasta, bantuan dari luar negeri,
dan investor.
Berkaca
pada dua pemimpin daerah, Jokowi dan Ibu Risma, mereka adalah pemimpin-pemimpin
yang peka terhadap persoalan masyarakatnya, memiliki ketegasan untuk memutuskan
kebijakan-kebijakan yang tepat bagi persoalan tersebut, berintegritas yang
ditandai dengan sikap jujur dalam berpolitik (tujuan: untuk mensejahterakan
masyarakat).
Ke
depannya, kampus adalah tempat dimana lahir pemimpin-pemimpin yang akan
menduduki berbagai bidang dan kompetensi. Apabila calon pemimpin-pemimpin muda
ini tidak dipersiapkan dan diarahkan pada suatu visi yang jelas maka generasi
ini hanyalah generasi yang sekadar lewat dan tidak dapat menorehkan sejarah
pembangunan bangsa. Kampus adalah lembaga yang strategis, tempat dimana
penanaman visi pembangunan negeri ditanamkan.
Kesejahteraan
kota dapat terjadi ketika ada orang-orang yang mau memikirkan persoalan kota,
mau ambil bagian untuk menjadi pemimpin yang memecahkan masalah, mau untuk
terus berintegritas dalam berpikir dan berbuat, dan memiliki visi untuk suatu
perubahan yang lebih baik.
Referensi:
“Pengelola Kota Unjuk Gigi”. Artikel,
dimuat Kompas, 2 Juni 2014.
No comments:
Post a Comment