Monday, 9 June 2014

Menata Kota, Menata Visi Pemimpinnya

tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi politik :) 

            Adanya Jokowi effect dalam beberapa tahun terakhir ini membuat optimisme sebuah perubahan perkotaan yang lebih “memanusiakan” masyarakatnya. Pemberitaan koran marak menyoroti bagaimana Jokowi dan Ahok menjabarkan visi pelayanan masyarakat dalam program-program/ kebijakan publik yang berusaha mengatasi apa yang benar-benar menjadi permasalahan pokok masyarakat perkotaan. Satu persatu persoalan perkotaan (banjir, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan, terbatasnya ruang publik) dicermati dan dicari jalan keluarnya. Virus perubahan kota mulai menyebar dimulai dengan membentuk pemimpinnya.
            Selama sepekan ini, Singapura mengadakan Young Leaders Forum dalam World Cities Summit 2014 yang merupakan sebuah ajang menggaet pemimpin muda dunia untuk bertukar ide tentang cara menata kota agar menjadi nyaman dan aman bagi penghuninya. Duta yang terpilih adalah mereka yang berkiprah di berbagai bidang seperti industri, arsitek, penata kota, desainer, ekonom, peneliti dan juga para wali kota. Mereka telah terbukti dengan caranya sendiri telah membantu membawa perubahan positif pada kota/negara tempat tinggal mereka dan tepat jika turut ditularkan kepada dunia.
            Pemimpin muda ini dapat menangkap dengan tepat potensi/ kemampuan daerah masing-masing dengan beradaptasi di era pesatnya perkembangan kota-kota di dunia dan menggabungkan antara kemajuan teknologi dan potensi lokal. Ketika ada kolaborasi antara warga, pemerintah, dan bantuan dari dunia luar ini merupakan kunci penting keberhasilan membangun kota.
            Apabila dilihat APBD memang tidak mencukupi untuk adanya pembenahan kota yang baik. Dicontohkan APBD kota Bandung hanya tersedia Rp 12 triliun, sedangkan kebutuhan pembenahan kota adalah sebesar Rp 20 triliun. Butuh banyak cara mengatasi keterbatasan  itu. Salah satunya dengan memanfaatkan tanggung jawab sosial perusahaan swasta, bantuan dari luar negeri, dan investor.
            Berkaca pada dua pemimpin daerah, Jokowi dan Ibu Risma, mereka adalah pemimpin-pemimpin yang peka terhadap persoalan masyarakatnya, memiliki ketegasan untuk memutuskan kebijakan-kebijakan yang tepat bagi persoalan tersebut, berintegritas yang ditandai dengan sikap jujur dalam berpolitik (tujuan: untuk mensejahterakan masyarakat).
            Ke depannya, kampus adalah tempat dimana lahir pemimpin-pemimpin yang akan menduduki berbagai bidang dan kompetensi. Apabila calon pemimpin-pemimpin muda ini tidak dipersiapkan dan diarahkan pada suatu visi yang jelas maka generasi ini hanyalah generasi yang sekadar lewat dan tidak dapat menorehkan sejarah pembangunan bangsa. Kampus adalah lembaga yang strategis, tempat dimana penanaman visi pembangunan negeri ditanamkan.
            Kesejahteraan kota dapat terjadi ketika ada orang-orang yang mau memikirkan persoalan kota, mau ambil bagian untuk menjadi pemimpin yang memecahkan masalah, mau untuk terus berintegritas dalam berpikir dan berbuat, dan memiliki visi untuk suatu perubahan yang lebih baik.

Referensi:
 “Pengelola Kota Unjuk Gigi”. Artikel, dimuat Kompas, 2 Juni 2014.




No comments:

Post a Comment