"oke". Mulai kugariskan sebuah tanda tangan yang sudah tergambar dalam kartu pelajar smp, sma, mahasiswa, KTP, kartu puskot, dan beberapa kartu (tidak) penting lainnya.
"hmm.. pertama, kamu orang yang punya ambisi besar tuh bisa dilihat dari goresan awal yang mengarah ke atas. Tapi kamu kurang konsisten terlihat dari beberapa goresan acak-adut setelah huruf K berakhir..", sambil menunjukkan hasil tanda tanganku.
kayaknya anak psikologi sama peramal beda-beda tipis ya
"Kok bener banget sih, aku memang orangnya berjiwa kompetitif, kalau ada yang baik aku harus lebih baik. Terus soal konsistensi, Oh really Me...", mataku membesar menatapnya.
"kamu jangan hanya percaya omongan orang."
JLEB.
Suatu hari, aku akan memposting sebuah esay pendek yang ditulis Laura Inggals Wilder, buku pertama yang kubaca sejak aku bisa membaca karangan-karangan super panjang (sebutlah novel) tentang Ambisi. Tapi kali ini, aku mau menulis tentang ambisi menurutku.
ambisi seperti benih yang Tuhan tanam di hati setiap kita. Bohong kalau orang hidup tidak punya ambisi !. Bagiku, seseorang mengatakan "saya tidak berambisi", menandakan ketidakambisian yang terlontar adalah juga sebuah ambisi untuk dikatakan. Si benih ambisi ini akan bertumbuh bila dipupuk, disiram, dan dihargai dengan berupa-rupa cara.
dengan visualisasi, dengan percakapan, dari internet, bahkan dalam tidurpun jabang ambisi bisa menua.
ambisi berbeda dengan berharap tapi agak mirip dengan passion (lagi-lagi kesoktahuanku). Karena pikirku, kalau kita berambisi kita akan amat sangat bergairah untuk hanya sekadar memikirkan, melakukan sampai pada tindakan mewujudkan. Batasan berharap ya hanya sekadar harapan.
Senyata-nyatanya ambisi tidak akan tercapai bila ladangnya sendiri tidak mau berusaha. Ambisi juga baiknya realistis sesuai kapasitas karena sekali lagi ambisi bukan harapan atau mimpi siang bolong. Aku berambisi dengan ketenaran tapi aku tidak berani berdiri di depan umum dan sering gagu saat tiba-tiba ditanyai dalam forum, maka aku mencoret
"Apa ambisimu?"
Kalau harapan, aku berharap orangtuaku umur panjang dan aku bisa menikah di bawah umur 25. Impianku punya rumah yang minimalis, sejuk, dengan banyak bunga warna-warni.Punya suami yang blablabla... kembali ke topik.
Ternyata kalau dipikir lama, sulit sekali mendefinisikan ambisi pribadiku dengan konkret. Sejauh ini aku merasa menggebu dalam ekonomi baik pandangan mikro dan makronya, njelimetnya kurva, isu ekonomi terbaru dan panjang lebar.
tapi ambisiku... Yakin, Mentri Ekonomi? Yakin, Pegawai Bappenas? Yakin, PNS?
entahlah, sampai saat ini dibuatpun aku ngawang dengan ambisiku. semoga dengan perjalanan detik ke menit ke jam dan pergantian hari ke hari membuat aku sadar akan apa sebenarnya yang menjadi ambisi pribadi dan SEMOGA saja ini tidak makin menjauhkanku dari Si Pemberi benih ambisi, orang-orang yang kucintai dan kegiatan tulis menulis ini.
No comments:
Post a Comment