Apakah kamu pernah
jatuh cinta dalam sebuah perjalanan? Aku jawab pernah.
Bukan kepada satu
orang secara personal, tapi kepada beberapa orang. Rasa nyaman, membuncah dan
hangat ini timbul dari setiap percakapan pendek yang terucap saat duduk-duduk,
beberapa perhatian kecil seperti menuangkan teh hangat dan berbagi nasi hangat,
dari setiap candaan berbalas tawa lepas yang menghilangkan kepenatan, dari
setiap melodi gitar yang dimainkan untuk didendangkan bersama-sama.
Kisah jatuh cinta
ini dimulai ketika aku mengikuti sebuah perjalanan bersama mereka, orang-orang
yang kukenal 2 tahunan ini. Namanya Mas Yogi, Kak Fera, Bang Berman, Kak Jean,
Kak Ema, Bayu, Kak Uthek, Kak Rita, Dian, Meriko, dan Yakin. Berduabelas kami memulai
ekspedisi mengenal lebih dalam diri sendiri dan orang-orang seperjalanan dan
merasakan kedekatan lebih lagi bersama Allah.
Pantai privat yang
kami eksplorasi ini namanya Kondang Merak. Pantai ini letaknya berdekatan
dengan pantai Balekambang yang lebih tersohor. Jalannya yang terjal
dengan batuan cadas memang membuatnya kalah pamor, namun hal baiknya, Kondang merak masih sangat
asri dengan pepohonan bahkan di jalan masuk kami sempat menjumpai beberapa
kera.
Pasirnya putih dipadukan rerimbunan
kerang-kerang yang beraneka warna, bentuk dan rupa. Waktu surut adalah
waktu yg tepat menikmati indahnya makhluk kecil ini. Betapapun banyaknya, tak
satupun yang sama. Ada yang kelihatan di luar berkilauan tapi beberapa bagian
di dalamnya keropos. Ada yang begitu kecil bentuknya tapi memancar warna-warna yang
memikat. Ada yang butuh waktu lama untuk mengeluarkan pasir-pasir dari lubang
dan ada yang hanya sedikit sentuhan
untuk membersihkannya. Adapula yang warnanya kusam dan berbentuk
asimetri namun begitu kokoh dan tegar. Seperti inilah rupa manusia (juga).
Setelah bermain mata
dan hati bersama kerang dan karang, saatnya bermain perasaan. Kucoba tutup mata
dan hanya mengandalkan telingaku. Gemuruh ombak,
pekikan angin, gesekan dedaunan sebuah melodi yang manis. Alam menyeimbangkan
kepanasanku dengan menetramkan hatiku.
Sendiri akan bisa
menikmati banyak hal, tapi bersama jauh lebih bermakna. Banyak orang yang
kutemui berusaha menjaga jarak dan menetapkan batasan. Kita berteman bisa, tapi
jangan campuri urusan keluargaku, cara belajarku, gaya pacaranku atau bagaimana
bicaraku. Ketika ada yang salah dariku lebih baik tutup mata dan telingamu.
Ketika seorang teman
bisa berkomentar apa saja tentang hal yang ingin atau telah kita lakukan, tak
peduli itu baik atau buruk maka menurutku inilah teman. Aku diijinkan
mengungkapkan apapun tanpa rasa kuatir, karna aku tahu mereka temanku.
Dan pada akhirnya setiap perjalanan punya tujuan akhir: Rumah.
Perjalanan ini pun
begitu, bukan hanya sekadar senang-senang saja tapi kami juga ingin berdekatan
dengan Rumah kami sebenarnya, Ibu yang merancang dan menjagai siang malam kami,
ayah yang cemburu bila anaknya tidak taat namun juga penuh kasih dan perlindungan.
Rumah ini kami sebut Tuhan.
Aku menuliskan
sebuah NB yang agak panjang di hari itu pada secarik kertas. "bagaimana
aku bisa mengandalkan kekuatanku kalau Allah tidak campur tangan, ambisiku
untuk jadi perempuan yang sempurna dalam segala hal, ketakutan kalau gagal di
hadapan orang lain, orangtua dan tanggungjawab studi yang menekan dan
mendorongku memenuhi standar dunia. Aku bersukacita karena disaat oranglain
diberi kelebihan, aku punya damai sejahtera, aku bersuka karena perbuatan-Mu
aku boleh bertumbuh, berproses dan dibentuk untuk menjadi diriku apa
adanya." adakah yang merindukan dirinya sendiri dan Rumah? Coba diamlah
dari hati dan rasakan jatuh cinta.
No comments:
Post a Comment