Thursday, 18 July 2013

Suatu Hari Jatuh Cinta


Apakah kamu pernah jatuh cinta dalam sebuah perjalanan? Aku jawab pernah.
Bukan kepada satu orang secara personal, tapi kepada beberapa orang. Rasa nyaman, membuncah dan hangat ini timbul dari setiap percakapan pendek yang terucap saat duduk-duduk, beberapa perhatian kecil seperti menuangkan teh hangat dan berbagi nasi hangat, dari setiap candaan berbalas tawa lepas yang menghilangkan kepenatan, dari setiap melodi gitar yang dimainkan untuk didendangkan bersama-sama.

Kisah jatuh cinta ini dimulai ketika aku mengikuti sebuah perjalanan bersama mereka, orang-orang yang kukenal 2 tahunan ini. Namanya Mas Yogi, Kak Fera, Bang Berman, Kak Jean, Kak Ema, Bayu, Kak Uthek, Kak Rita, Dian, Meriko, dan Yakin. Berduabelas kami memulai ekspedisi mengenal lebih dalam diri sendiri dan orang-orang seperjalanan dan merasakan kedekatan lebih lagi bersama Allah.


Pantai privat yang kami eksplorasi ini namanya Kondang Merak. Pantai ini letaknya berdekatan dengan pantai Balekambang yang lebih tersohor. Jalannya yang terjal dengan batuan cadas memang membuatnya kalah pamor,  namun hal baiknya, Kondang merak masih sangat asri dengan pepohonan bahkan di jalan masuk kami sempat menjumpai beberapa kera. 

 Pasirnya putih dipadukan rerimbunan kerang-kerang yang beraneka warna, bentuk dan rupa. Waktu surut adalah waktu yg tepat menikmati indahnya makhluk kecil ini. Betapapun banyaknya, tak satupun yang sama. Ada yang kelihatan di luar berkilauan tapi beberapa bagian di dalamnya keropos. Ada yang begitu kecil bentuknya tapi memancar warna-warna yang memikat. Ada yang butuh waktu lama untuk mengeluarkan pasir-pasir dari lubang dan ada yang hanya sedikit sentuhan  untuk membersihkannya. Adapula yang warnanya kusam dan berbentuk asimetri namun begitu kokoh dan tegar. Seperti inilah rupa manusia (juga). 



Setelah bermain mata dan hati bersama kerang dan karang, saatnya bermain perasaan. Kucoba tutup mata dan hanya mengandalkan telingaku. Gemuruh ombak, pekikan angin, gesekan dedaunan sebuah melodi yang manis. Alam menyeimbangkan kepanasanku dengan menetramkan hatiku. 


Sendiri akan bisa menikmati banyak hal, tapi bersama jauh lebih bermakna. Banyak orang yang kutemui berusaha menjaga jarak dan menetapkan batasan. Kita berteman bisa, tapi jangan campuri urusan keluargaku, cara belajarku, gaya pacaranku atau bagaimana bicaraku. Ketika ada yang salah dariku lebih baik tutup mata dan telingamu.

Ketika seorang teman bisa berkomentar apa saja tentang hal yang ingin atau telah kita lakukan, tak peduli itu baik atau buruk maka menurutku inilah teman. Aku diijinkan mengungkapkan apapun tanpa rasa kuatir, karna aku tahu mereka temanku.



Dan pada akhirnya setiap perjalanan punya tujuan akhir: Rumah.
Perjalanan ini pun begitu, bukan hanya sekadar senang-senang saja tapi kami juga ingin berdekatan dengan Rumah kami sebenarnya, Ibu yang merancang dan menjagai siang malam kami, ayah yang cemburu bila anaknya tidak taat namun juga penuh kasih dan perlindungan. Rumah ini kami sebut Tuhan.

Aku menuliskan sebuah NB yang agak panjang di hari itu pada secarik kertas. "bagaimana aku bisa mengandalkan kekuatanku kalau Allah tidak campur tangan, ambisiku untuk jadi perempuan yang sempurna dalam segala hal, ketakutan kalau gagal di hadapan orang lain, orangtua dan tanggungjawab studi yang menekan dan mendorongku memenuhi standar dunia. Aku bersukacita karena disaat oranglain diberi kelebihan, aku punya damai sejahtera, aku bersuka karena perbuatan-Mu aku boleh bertumbuh, berproses dan dibentuk untuk menjadi diriku apa adanya." adakah yang merindukan dirinya sendiri dan Rumah? Coba diamlah dari hati dan rasakan jatuh cinta.



No comments:

Post a Comment