Tuesday 16 April 2013

personifikasi sebuah kopi


kopi ini punya nama, namanya Glo. Tipikal kopi yang sempurna dari serbuk kopi sampai pada penyajian. Mugnya berwarna coklat tua dengan bentuk yang tegas, kokoh namun mampu memberikan kehangatan. Aromanya wangi paduan biji kopi asli dan kayu hutan. Menikmatinya ditemani kesendirian dan hati yang kosong dalam ruang yang sunyi, maka kamu akan mengerti si Glo, yang sepandang mata terlihat kokoh namun dibaliknya dia butuh pengakuan, bahwa dia adalah satu-satunya kopi terbaik.karenanya kunamailah dia si kopi sendu. Glo akan berubah rasa ketika kamu menikmatinya bersama dengan teman mainmu di ruang yang ramai. Rasa Glo tegukan pertama panas menyengat kemudian hangat selanjutnya hambar karena Glo menguap dalam keramaian, rasanya jati diri si tegas ini terdegradasi oleh situasi.
namun kekuatannya tetap pada bagaimana Glo memberikan perhatian pada penikmatnya. Panasnya saat bersentuhan.. kehangatan tegukan yang sampai ulu hati.. Glo, membuat aku nyaman.


kopi kedua, namanya Soe. Sodoran pertama, penyajian yang kaku, sederhana dan polos. Cup pertama, penikmat akan merasa aneh dengan rasanya yang khas. Bukan jenis kopi biasa yang manis atau pahit. Soe cenderung.... sulit diungkapkan. Pertemuan selanjutnya karena penasaran, aku mengambil cup kedua. Sekarang rasanya menggelitik di lidah, bukan manis bukan pahit hanya canggung karena aku kesulitan mendefinisikan rasanya (lagi). Kusebut dia kopi puzzle, penuh misteri. cup ketiga, shocked! tegukannya kali ini mengingatkanku pada minuman soda yang mengejutkan. Ternyata aku tidak dapat mendefinisikan rasa Soe karena Soe tidak mengijinkanku "merasakan-nya" sampai kami bertemu lagi. Mulai tampak kopi Soe yang memelekkan mata, aromanya menyengat, dan terasa di lidah sampai lama sekali. Soe tidak dikenal penikmat Coffee, dalam daftar menu dia berada di halaman terakhir alias bukan rekomendasi penjual. Namun, aku selalu mencari Soe dalam keseharianku karena Soe selalu memberikan rasa berbeda dalam setiap pertemuan kami. Oya, temanku pernah bilang gini "Soe itu cuma enak kalau kamu yang minum, kalau aku kok g merasa istimewa ya minum kopi itu", ya.. itu kekuatan Soe. Dia hanya mengijinkan aku seorang yang menikmatinya, bukan kamu.



Cangkir ketiga, kopi ini namanya Kia, temanku sahabatku dari jaman aku pemula minum kopi sampai aku tahu beraneka jenis kopi. makanya kusebut dia Kopi hidup matiku. Sejak pertama sampai saat ini, tegukan ini selalu sama, tipe kopi yang menyenangkan, santai, bisa dinikmati saat keramaian sekaligus kesendirian. tapi akhir-akhir ini aku merasa Kia berbeda, entah karena indera pengecapku atau memang berlalunya waktu membuat cita rasa kopinya berubah. Terkadang, dalam beberapa tegukan aku merasa desiran aneh semacam candu, kalau aku tidak minum rasanya akan pahit benar hidupku. Bukan lagi karena aku suka rasa atau aromanya, tapi karena kebiasaan harus bertemu.
Pernah suatu kali saat rintik hujan membasahi kami, aku dan kopi Kia saling berpandangan kami saling membutuhkan, aku butuh "kebiasaan" bertemu, kopi Kia membutuhkan penikmat yang selalu ada. tapi memang kami hanya bertahan disana dalam kebiasaan dan keselaluadaan.