Wednesday 3 August 2016

Untuk seorang Pria yang aku .......

Aku pernah meminta pada Tuhan untuk memberikan 3T untukku. Seorang pria yang mengasihi Tuhan tidak hanya dalam pelayanannya melainkan dalam keputusan remeh seperti membeli sepatu baru, bergumul dengan keuangan yang jebol, mau berjalan kemana hari ini. Dengannya, kami sama-sama terhubung dengan isi hati Tuhan.
Seorang pria Teknik, ini murni subyektif. Kenapa? Anak teknik ditempa dengan kerasnya perkataan, tugas, gak menye-menye, ospek paling soro, sudah biasa hidup sulit. Dibiarkan di hutan, akan mencari makanannya sendiri. Aku berdoa semoga Tuhan mendekatkan aku dengan seorang pria berjiwa teknik yang keras ditempa tapi hangat hatinya.
Seorang jawa Tengah, jangan tertawa aku serius. Dalam stereotypeku, seorang yang lahir atau dibesarkan di jawa tengah punya budaya yang lebih rendah hati, pengalah dan lemah lembut. Dia yang tidak berkata keras untuk mengajar, tapi mengarahkan dan sabar.

Hari berganti, hati menemukan tambatannya.
Kata buku, seorang pria dan seorang wanita yang bersahabat tidak akan pernah murni saling bersahabat. Salah satu atau bahkan keduanya, akan timbul satu hari dari ratusan pengalaman bersama yang tertaut karena seringnya bertemu, karena sama sama dimengerti, sama sama saling membutuhkan karena tidak ada energi untuk mencari-mencari. Demikianlah kita.

Kesederhanaanmu, kesabaranmu menantikan aku, keselalu-adaanmu dalam waktu terpurukku membuat aku merasa punya seorang sahabat. Sampai suatu kali, matamu memandang dengan serius dan sentuhanmu lain dari sekadar sentuhan keakraban, aku mengenalmu sebagai seorang pria daripada seorang sahabat tempatku belajar otentik.

Tidak perlu ada selebrasi tiap bulan untuk kasih kita, tidak perlu ada pengumuman bahwa kita menjalin hati, karena saling tahu hatinya dipergumulkan untuk siapa.

Tiap doa dan dosa yang pernah dilakukan,
Tiap pengalaman beberapa menit dan perjalanan seharian,
Gunung, sumber mata air, alam tempat kita berdua AWG,
Tempat makan murah pinggir jalan yang mengenyangkan,
Kamis sore bersama Asa dan anak-anak kasin,
Obrolan ringanmu dengan ayah ibuku,
Menerjang hujan demi berkata "jangan pergi",
Mulai dari chat panjang sampai tidak ada daya konunikasi selain "selamat pagi sayang",
Setiap hal yang kamu lakukan untuk kita.
Aku berterimakasih kepada Tuhan untuk pergumulan ini. Mengenalmu sebagai sahabat, teramat indah. Dan mengenalmu sebagai seorang kekasih teramat aku syukuri. Kiranya anugerah mengasihi itu tidak pudar oleh badai kesibukan, kiranya doa dan hati kita terus diarahkan pada isi hatiNya, dan kiranya kita sabar bergumul untuk relasi ini.
Selamat menua bersama
Sayangku,
Yakin Gabrielsa.



Monday 6 July 2015

Psalms 107:30


"Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan dituntun-Nya mereka
 ke pelabuhan kesukaan mereka."

Richard Rohr dalam buku Emotionally Healthy Spirituality menuliskan lima kebenaran inti yang harus disadari manusia jika mau bertumbuh dalam Tuhan.
Hidup itu sulit,
Anda tidak sepenting itu,
Hidup anda bukan hanya tentang anda,
Bukan anda yang mengontrol,
Anda pasti mati.

Bagaimana saya bisa menjawab iya dan tidak, tergantung dari kepekaan dan apa yang saya alami. Saya mengingat proses skripsi yang lahir dari benih-benih keangkuhan, kesombongan, dan idealis mahasiswa semester akhir yang ingin excellent dalam menempuh study-nya. Selama saya hidup, saya mendapatkan apa yang saya mau dengan instan dan tanpa bersusah payah.

Tapi, saya bersyukur Tuhan menempa pribadi saya melalui variabel-variabel yang tidak terkontrol seperti mood Bapak Dosen Pembimbing, data-data mentah yang banyak dan rumit, kejadian-kejadian yang membuat saya down,  dan banyak hal lainnya.

Seperti perenungan pemazmur,
saya mengarungi setahun untuk berjuang dengan skripsi.
Tuhan memproses saya melalui angin badai yang saya anggap idealisme, perfeksionisme, dan mood-isme Bapak dosen pembimbing,
saya ingat untuk pertama kalinya presentasi dihadapan Beliau dengan menunjukkan kepintaran saya dan untuk pertama kalinya saya dibuat nangis karena "kamu terlalu bertele-tele dan tidak bisa menjelaskan kurva ini dengan baik,"
sebuah kalimat yang menghantam saya.
saya menangis bukan karena kerasnya ucapan Bapak Dosen tapi karena saya malu sudah sangat sombong dengan kemampuan saya.
saya hancur dan pelan-pelan membangun lagi kepercayaan diri.
setiap kali saya akan bertemu beliau, saya hanya berdoa "Tuhan, buatlah saya berhasil hari ini."
dan setiap kali bimbingan, bukan keberhasilan yang saya dapatkan tapi revisi, revisi dan revisi
hingga mendekati Ujian Komprehensif
beberapa bab terus dirubah total
ide-ide yang awalnya sudah sepakat ditulis dirubah kembali kerangka pikirnya
hasil-hasil analisis mulai dibantahkan

dunanges TT

dan saat Ujian Kompre, saya mendapati dosen-dosen Penguji yang luarbiasa rendah hati dengan kemampuannya. Baik Pembimbing dan Penguji saya adalah orang-orang yang tidak hanya mengajar ilmu ekonomi bagi mahasiswa tapi mereka turut bersumbangsih dalam pembangunan ekonomi melalui penelitian yang dibuat.
selama satu jam, ada banyak saran perbaikan untuk skripsi saya.
tapi saya begitu damai sejahtera:
karena saya melewati badai ini dengan mengingat kemurahan Tuhan menenangkan hati dosen dan meremukkan kesombongan saya.

skripsi ini memang bukan tentang saya,
melainkan Tuhan yang bekerja
dan segala hormat kemuliaan saya kembalikan pada Dia, Sumber Pengetahuan dan Hikmat.



Mereka yang ada di samping untuk mengingatkan "Ayo Vis ndang dimarikno..", 
di belakang untuk mendukung dan menguatkan,
dan di depan untuk memeluk.

Monday 8 June 2015

Jebakan Tuhan (2)

Dalam sebuah "jebakan" aku tiba-tiba didaftarkan ikut suatu seminar. Seminar yang jelas-jelas bukan passionku dan sebenarnya aku tidak tahu apa tujuannya. Membayangkan duduk mendengarkan, banyak diam, berkenalan dengan orang baru, tidur cukup rasanya sedikit kemewahan lah ditengah jenuh dengan ketidakpastian skripsi.

setiba disana, mukaku masam (aku tidak biasa menunjukkan ketidaksukaan di depan orang lain) tapi jelas aku marah dan merasa dijebak. Ada sekitar 40 orang Ibu dan Bapak berusia 35-50++ dan aku satu-satunya pemudi disana. Aku ngomel sendiri, menyalahkan betapa bodohnya aku tidak bertanya seminar apa ini.

---
sesi pertama: Ending Yunus yang Nggantung.
Pak Henjk, pembicara dari Belanda menceritakan dengan sangat menarik tentang panggilan Yunus. Yunus yang lari, Yunus yang ngomel, Yunus yang berdoa, Yunus yang menyerukan pertobatan Niniwe, dan Yunus yang lagi-lagi ngomel dan... endingnya tidak kami ketahui apakah dia makin mengasihi Tuhan atau Niniwe diselamatkan atau Yunus melarikan diri atau Niniwe dihancurkan.
Hmm, ini mah nyindir aku, Pak
aku juga digantung dengan sejuta pertanyaan oleh Tuhan.
---
sesi makan siang: kamu tidak tahu bagaimana Tuhan berbicara lewat orang lain
Ibu tua ini duduk di sebelahku terus, aku curiga dia mengasihani aku yang tidak punya teman. Tiba-tiba Beliau curhat tentang anak lelakinya yang berambisius. "Anak saya yang kedua namanya Yehuda. Dia ingin bekerja di Jepang. Sudah habis perhiasan, motor, harta benda di rumah digadaikan untuk membiayai keberangkatannya. Beberapa temannya sudah berhasil bekerja di Jepang cuma dia selalu gagal dan gagal berangkat. Suatu kali, seorang Pendeta datang dan bertanya: Jika kamu bersedia pimpinlah sebuah jemaat di desa, berdoalah minta Tuhan menunjukkan. Saat itu anak saya sedang bimbang dengan keinginannya ke Jepang. Namun, lewat 3 hari Yehuda mendatangi saya dan mengatakan menerima tawaran Bapak Pendeta itu. Seminggu kemudian ada kabar Tsunami meluluhlantakkan Jepang. Bagaimana hati saya tidak ikut luluh lantak juga," kata Ibu tua itu. Jdar. Saya jadi ingat ada banyak keinginan dan pencapaian yang harus saya kejar.
"Jangan melarikan diri dari konflik ya, itu akan membentukmu. Tuhan bisa memakai pengalaman-pengalaman yang tidak kamu mengerti untuk memperkuatmu," Ibu tua ini memandangku lagi. Jdar.
Ibu cenayang ya?
---
sebelum istirahat malam: apa yang aku kerjakan tidak ada apa-apanya.
Ibu ini adalah orang yang ramah. Perempuan Medan yang merantau ke Jakarta dan berkuliah disana. Bertemu dengan kekasihnya dan menikah. Panggilan mereka adalah kembali ke sebuah desa tempat suaminya dibesarkan. Namun setiba di desa itu, mereka tidak mampu menghidupi kebutuhan dan sulit secara ekonomi. Mereka memutuskan keluar desa dan bekerja di pabrik. Mahasiswa sekolah teologi menjadi buruh pabrik (?) Tapi, entah bagaimana Tuhan memanggil mereka berdua kembali ke desa itu. Memulai dari awal, sebagai penjual sayur keliling, membuat susu kedelai, tukang foto hajatan, penjahit, hingga membuka sekolah PAUD. Untuk apa? mereka melayani anak-anak desa dengan pendidikan dan keceriaan meski dengan biaya spp yang sangat sangat murah.
saya tanya "kok bisa?" Ibu itu menjawab "karena panggilan, dek.."
---
Jabatan perkenalan dan perpisahan.
Pak Henjk, yang dari hari pertama sampai terakhir betul-betul mempesona dengan cara mengajar dan menceritakan Firman, membukakan tentang keunikan setiap pribadi yang dipanggil Tuhan, kesulitannya mengeja kata berbahasa Indonesia adalah umpan candaan kami, bahasa tubuhnya menunjukkan perhatian yang besar agar kami bisa mengerti materi yang disampaikan, perkataannya memperlihatkan kerendahan hati seorang yang menjawab panggilan Tuhan.
"Pak Henjk, apakah langkah perkembangan yang saya buat sudah konkrit?", kataku malu-malu.
"Hmm kalau boleh saya tambahkan, kamu memerlukan orang yang dapat mendukungmu dan mengatakan kata-kata positif setelah kamu mengerjakan proyek ini.. banyak terimakasih kamu sudah berani mengatakannya.." Pak Henjk tersenyum jenaka.
"terimakasih Pak, sampai bertemu kembali di Malang.."
Beliau tidak mengatakan "sampai bertemu lagi, Visi" tapi
"Renungan yang saya bawakan tadi secara khusus berbicara kepadamu. Jangan merasa rendah diri dengan apa yang sedang kamu kerjakan ya.."
Saya mengulum senyum.

Renungan itu adalah
1 Timotius 4:12
"Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda..."

saya tahu kenapa bagian ini berbicara khusus untuk saya, karena:
dalam seminar ini tidak ada seorangpun yang muda, kecuali saya.


Jebakan Tuhan

aku masih tidak habis pikir dengan semua yang aku alami. aku merasa dijebak Tuhan.
aku terjebak dalam ketidakmengertianku mengenali sifat Tuhan.
aku terjebak dalam pengakuan bahwa "aku butuh Tuhan".
aku terjebak dalam rutinitas yang melegakan dan kadang begitu kering.
aku terjebak dalam anugerah pengampunan yang panjang, lebar, luas, dan dalam.
aku terjebak untuk mengasihi orang lain dengan caraku.
aku terjebak memikirkan Tuhan.

aku hendak melarikan diri
lari sejauh jauhnya dari jebakan anugerah
lari sejauh jauhnya dari jebakan yang mendorongku semakin menjauh dari keinginan dan hasrat
menutup mata
menutup telinga
tapi
ia terus mengusik dalam tidur malamku
menangis denganku
mengetuk dengan lembut
kadang menampar pipiku
menyeret kakiku

 Tuhan, aku harus jujur
aku tidak bisa tanpa Tuhan.
setiap orang akan meninggalkan aku sendirian.
ilmuku akan ditelan rayap.
jerawatku akan bertambah banyak dan aku capek harus mengolesi obatnya.
sikap "baik-ku" akan terbongkar dan banyak yang melihat "un-well-behave"ku
tapi aku bersyukur
selalu ada jalan ke arah pelukanmu
selalu ada mata yang terlebih dulu memperhatikan
jika perasaanku tumpul, yang aku andalkan hanya

kebenaran FirmanMu dan JanjiMu.

dari aku, yang tidak pernah bisa berkomitmen 100% mengasihiMu.

Tuesday 2 June 2015

Noted

Tuhan menciptakan kita dengan kerapuhan agar kita sadar hanya dia satu-satunya yang mampu menguatkan kita.

Tuhan menciptakan kita untuk berduka dan kehilangan agar kita mengerti bahwa Dia satu satuNya yang mampu mengisi kekosongan hati.

Tuhan memberi kita kelemahan, ketidakberdayaan agar kita tahu bahkan didalam kelemahan kuasa Tuhan nyata.

Tuhan mengetahui kita berdosa dan minta ampun kemudian berdosa lagi, untuk kita bisa belajar arti sesungguhnya pengampunan dan pendamaian dosa.

Tuhan membuat kita jatuh cinta agar kita belajar menuangkan Kasih AnugrahNya yang melimpah pada mereka yang membutuhkan kasih.

Sunday 17 May 2015

(belajar) Otentik

"Hal apa yang menghambatku bertumbuh? Ketiadaan hubungan pribadi yang otentik bersama TUHAN."

mengapa ke-otentik-an penting? karena dengan menjadi apa adanya dihadapan Tuhan, mengakui dosa dan keterbatasan, kita makin mengenal siapa diri kita dihadapan Tuhan. Inilah yang menolongku mengenal diri dengan tepat dan mengerti betapa luas, dalam, lebar, dan panjang belas kasih Tuhan.

aku terlalu sering menutupi perasaanku dengan alasan: aku baik-baik saja kok.
aku tertekan karena berusaha baik dan meniru kehidupan orang lain.
aku belum bisa berdamai dengan kekecewaan, kehilangan, berduka, penolakan.
aku tidak bisa menjadi diri apa adanya.

suatu kali dalam kesempatan mengikuti sebuah kamp "PIT STOP".
Kamp perhentian bagi semua aktivitas, merefleksikan siapa dan mengapa diri kita begini dan begitu, menikmati waktu berdiam diri dan pengasihan Tuhan, belajar lagi disiplin rohani dengan pandangan yang baru, membukakan karakter Tuhan yang Maha-Berbelas Kasih, menguatkan ketaatan sebagai murid.

aku berdamai dengan diriku, aku berharga dan menerima diriku sebagai biji mata-Nya.
aku perlahan dipulihkan dari rasa berduka.
aku merasakan konfirmasi Allah yang berbelas-kasih, melayani kebutuhanku.
aku haus dan lapar akan pengalaman-pengalaman otentik bersama Tuhan.
aku tidak ingin menjadi sulung yang melupakan adik-adiknya yang terhilang dan butuh kasih Kristus.
aku rindu Menyenangkan hati Tuhan.
sampai aku menyatakan "Kristus saja cukup bagiku."


Monday 13 April 2015

Andre Novanda Prianputra

Dear Patner in Crime di Sorga,


Saya merindukanmu.
Saya ingin bercerita banyak hal tentang betapa ceria dan bahagianya anak-anak SMP 8 dan 16 saat Retreat kemarin. Kami menyanyi sama-sama lagu favoritmu
"Hidup tanpa Yesus seperti donat.. seperti donat.. ada bolong di tengah hatimu.."
Saya sudah tidur lebih baik sekarang, tidak ngempet nangis sendirian di kamar.
Saya juga senang sekali bersahabat dengan adek semata wayangmu yang manis, Tia.
Dan, kamu masih ingat Linda yang dulu kamu kenalkan karena dia butuh kelompok kecil. Sekarang kami bersama-sama.
Tapi saya belum ke Munjung lagi. Belum bertemu dengan anak-anak berpipi kemerahan yang pemalu itu atau bercerita dengan ibu-ibu muda disana. Saya juga tidak pernah melupakan kamu yang dengan entengnya bermain lompat tali bersama anak-anak kecil dengan tubuh kekarmu.
Saya tidak pernah melupakan tebenganmu karena seringnya saya pulang lewat jam 9 malam. Ibu tidak pernah kuatir karena kamu akan menemani dan mengantar saya pulang dengan selamat.
Saya masih ingat dengan candaanmu "Mbak, kalau tak gonceng nyanyi-nyanyi ya soalnya mbak kayak radio berjalan.."
Kamu yang sangat terbuka pada orang-orang tua dan bisa bertutur bahasa yang sopan.
Kamu yang makan dengan lahap apapun dan bagaimanapun rasa masakannya.
Kamu dengan hape lawas yang tidak bisa dibuat telpon tapi yang selalu siap sedia saat dihubungi.
Kamu yang selalu menyapa terlebih dahulu
Kamu yang juga peduli dengan hidup orang-orang diluar Kristus.
Saya merindukan passionmu untuk bisa mendorong saya tidak hidup meratap.
Saya akan selalu mengasihi Andre Novanda dengan belajar mendoakan mereka yang masih terus berjuang hidup tanpamu, mengasihi orang-orang yang bersentuhan denganmu, mengasihi orang-orang yang tidak dipedulikan, terus hidup dan memberi arti.

NB: Saya tidak menangis ketika menuliskan ini, Ndre..