Sunday 21 July 2013

Ambisi Part 2


Ambisi sangat perlu untuk mencapai sesuatu. Tanpa ambisi untuk meraih suatu tujuan,
maka takkan ada yang bisa dicapai. Tanpa ambisi untuk berbuat lebih baik dari orang lain 
dan untuk mencapai lebih banyak daripada yang biasa dilakukan seseorang maka tak akan 
ada kepuasan menerima pahala lebih banyak. 

Untuk memenangkan sesuatu, seseorang harus punya ambisi.
Ambisi adalah pelayan yang baik tetapi majikan yang buruk. Sejauh kita bisa 
mengendalikan ambisi, kebaikan akan kita peroleh. 

Tetapi bila kita diperbudak oleh ambisi, maka kata-kata Shakespeare 
akan sangat tepat sekali: "Cromwell, kupinta kau buang saja ambisimu.
Jangankan engkau, malaikat-malaikat pun bisa runtuh oleh ambisi." 

Tahun-tahun Bahagia -Laura Ingalls Wilder

Ambisi Part 1

"coba sini tak lihat kepribadianmu dari tanda tanganmu..", kata seorang teman

"oke". Mulai kugariskan sebuah tanda tangan yang sudah tergambar dalam kartu pelajar smp, sma, mahasiswa, KTP, kartu puskot, dan beberapa kartu (tidak) penting lainnya.

"hmm.. pertama, kamu orang yang punya ambisi besar tuh bisa dilihat dari goresan awal yang mengarah ke atas. Tapi kamu kurang konsisten terlihat dari beberapa goresan acak-adut setelah huruf K berakhir..", sambil menunjukkan hasil tanda tanganku.

kayaknya anak psikologi sama peramal beda-beda tipis ya

"Kok bener banget sih, aku memang orangnya berjiwa kompetitif, kalau ada yang baik aku harus lebih baik. Terus soal konsistensi, Oh really Me...", mataku membesar menatapnya.

"kamu jangan hanya percaya omongan orang."

JLEB.

Suatu hari, aku akan memposting sebuah esay pendek yang ditulis Laura Inggals Wilder, buku pertama yang kubaca sejak aku bisa membaca karangan-karangan super panjang (sebutlah novel) tentang Ambisi. Tapi kali ini, aku mau menulis tentang ambisi menurutku.

ambisi seperti benih yang Tuhan tanam di hati setiap kita. Bohong kalau orang hidup tidak punya ambisi !. Bagiku, seseorang mengatakan "saya tidak berambisi", menandakan ketidakambisian yang terlontar adalah juga sebuah ambisi untuk dikatakan. Si benih ambisi ini akan bertumbuh bila dipupuk, disiram, dan dihargai dengan berupa-rupa cara.

dengan visualisasi, dengan percakapan, dari internet, bahkan dalam tidurpun jabang ambisi bisa menua.

ambisi berbeda dengan berharap tapi agak mirip dengan passion (lagi-lagi kesoktahuanku). Karena pikirku, kalau kita berambisi kita akan amat sangat bergairah untuk hanya sekadar memikirkan, melakukan sampai pada tindakan mewujudkan. Batasan berharap ya hanya sekadar harapan.

Senyata-nyatanya ambisi tidak akan tercapai bila ladangnya sendiri tidak mau berusaha. Ambisi juga baiknya realistis sesuai kapasitas karena sekali lagi ambisi bukan harapan atau mimpi siang bolong. Aku berambisi dengan ketenaran tapi aku tidak berani berdiri di depan umum dan sering gagu saat tiba-tiba ditanyai dalam forum, maka aku mencoret ambisi tenar dalam list ambisi. 

"Apa ambisimu?"

Kalau harapan, aku berharap orangtuaku umur panjang dan aku bisa menikah di bawah umur 25. Impianku punya rumah yang minimalis, sejuk, dengan banyak bunga warna-warni.Punya suami yang blablabla... kembali ke topik.

Ternyata kalau dipikir lama, sulit sekali mendefinisikan ambisi pribadiku dengan konkret. Sejauh ini aku merasa menggebu dalam ekonomi baik pandangan mikro dan makronya, njelimetnya kurva, isu ekonomi terbaru dan panjang lebar.

tapi ambisiku... Yakin, Mentri Ekonomi? Yakin, Pegawai Bappenas? Yakin, PNS?

entahlah, sampai saat ini dibuatpun aku ngawang dengan ambisiku. semoga dengan perjalanan detik ke menit ke jam dan pergantian hari ke hari membuat aku sadar akan apa sebenarnya yang menjadi ambisi pribadi dan SEMOGA saja ini tidak makin menjauhkanku dari Si Pemberi benih ambisi, orang-orang yang kucintai dan kegiatan tulis menulis ini.

Thursday 18 July 2013

Suatu Hari Jatuh Cinta


Apakah kamu pernah jatuh cinta dalam sebuah perjalanan? Aku jawab pernah.
Bukan kepada satu orang secara personal, tapi kepada beberapa orang. Rasa nyaman, membuncah dan hangat ini timbul dari setiap percakapan pendek yang terucap saat duduk-duduk, beberapa perhatian kecil seperti menuangkan teh hangat dan berbagi nasi hangat, dari setiap candaan berbalas tawa lepas yang menghilangkan kepenatan, dari setiap melodi gitar yang dimainkan untuk didendangkan bersama-sama.

Kisah jatuh cinta ini dimulai ketika aku mengikuti sebuah perjalanan bersama mereka, orang-orang yang kukenal 2 tahunan ini. Namanya Mas Yogi, Kak Fera, Bang Berman, Kak Jean, Kak Ema, Bayu, Kak Uthek, Kak Rita, Dian, Meriko, dan Yakin. Berduabelas kami memulai ekspedisi mengenal lebih dalam diri sendiri dan orang-orang seperjalanan dan merasakan kedekatan lebih lagi bersama Allah.


Pantai privat yang kami eksplorasi ini namanya Kondang Merak. Pantai ini letaknya berdekatan dengan pantai Balekambang yang lebih tersohor. Jalannya yang terjal dengan batuan cadas memang membuatnya kalah pamor,  namun hal baiknya, Kondang merak masih sangat asri dengan pepohonan bahkan di jalan masuk kami sempat menjumpai beberapa kera. 

 Pasirnya putih dipadukan rerimbunan kerang-kerang yang beraneka warna, bentuk dan rupa. Waktu surut adalah waktu yg tepat menikmati indahnya makhluk kecil ini. Betapapun banyaknya, tak satupun yang sama. Ada yang kelihatan di luar berkilauan tapi beberapa bagian di dalamnya keropos. Ada yang begitu kecil bentuknya tapi memancar warna-warna yang memikat. Ada yang butuh waktu lama untuk mengeluarkan pasir-pasir dari lubang dan ada yang hanya sedikit sentuhan  untuk membersihkannya. Adapula yang warnanya kusam dan berbentuk asimetri namun begitu kokoh dan tegar. Seperti inilah rupa manusia (juga). 



Setelah bermain mata dan hati bersama kerang dan karang, saatnya bermain perasaan. Kucoba tutup mata dan hanya mengandalkan telingaku. Gemuruh ombak, pekikan angin, gesekan dedaunan sebuah melodi yang manis. Alam menyeimbangkan kepanasanku dengan menetramkan hatiku. 


Sendiri akan bisa menikmati banyak hal, tapi bersama jauh lebih bermakna. Banyak orang yang kutemui berusaha menjaga jarak dan menetapkan batasan. Kita berteman bisa, tapi jangan campuri urusan keluargaku, cara belajarku, gaya pacaranku atau bagaimana bicaraku. Ketika ada yang salah dariku lebih baik tutup mata dan telingamu.

Ketika seorang teman bisa berkomentar apa saja tentang hal yang ingin atau telah kita lakukan, tak peduli itu baik atau buruk maka menurutku inilah teman. Aku diijinkan mengungkapkan apapun tanpa rasa kuatir, karna aku tahu mereka temanku.



Dan pada akhirnya setiap perjalanan punya tujuan akhir: Rumah.
Perjalanan ini pun begitu, bukan hanya sekadar senang-senang saja tapi kami juga ingin berdekatan dengan Rumah kami sebenarnya, Ibu yang merancang dan menjagai siang malam kami, ayah yang cemburu bila anaknya tidak taat namun juga penuh kasih dan perlindungan. Rumah ini kami sebut Tuhan.

Aku menuliskan sebuah NB yang agak panjang di hari itu pada secarik kertas. "bagaimana aku bisa mengandalkan kekuatanku kalau Allah tidak campur tangan, ambisiku untuk jadi perempuan yang sempurna dalam segala hal, ketakutan kalau gagal di hadapan orang lain, orangtua dan tanggungjawab studi yang menekan dan mendorongku memenuhi standar dunia. Aku bersukacita karena disaat oranglain diberi kelebihan, aku punya damai sejahtera, aku bersuka karena perbuatan-Mu aku boleh bertumbuh, berproses dan dibentuk untuk menjadi diriku apa adanya." adakah yang merindukan dirinya sendiri dan Rumah? Coba diamlah dari hati dan rasakan jatuh cinta.



Monday 1 July 2013

Awan hari Ini




Awan hari ini
Akankah kamu sama seperti saat kemarin kita berpandangan
Aku,tentu masih sama
Masih di bumi dan berada di tempat yang sama

Kamu, masihkah kau menemani sang agung mentari
Begitu lekatnya kau dan-nya
Kadang aku iri hati
Kau berarak namun tak jauh dari pesona cahaya kuningnya

Mengapa aku menyukaimu?
Bukan karna kau maha-daya-energi
Bukan karna kau menarik
Dan bukan karena penuh pesona

Hanya saja, aku tak ada pilihan lain
Setiap kali memandang langit 
Entah itu pagi, siang, senja
Hanya kau yang bisa kutatap
Karna mentari tak sanggup kuraih
Karna sang senja akan dengan cepat merebahkannya
Karna awan hari ini berarak begitu lambat namun pasti

Tentu di malam hari melihatmu seperti mencari jarum di tumpukan jerami
Pekat, sendu, biru
Tak selalu kita akan saling berpandangan 
Namun esok awan hari ini tetaplah awanku, harapku.